Widget HTML Atas

Pemain Kedua Belas (2013) - Bunga Rampai Dunia Suporter Indonesia

Pemain Kedua Belas (2013) - Bunga Rampai Dunia Suporter Indonesia

Pemain Kedua Belas (2013) - Bunga Rampai Dunia Suporter Indonesia

Studi tentang suporter sepakbola Indonesia sebenarnya bukan barang baru di Indonesia. Sudah cukup banyak penelitian tentang topik ini, terutama untuk menyelesaikan tugas akhir para mahasiswa S-1.

Jika anda mengetik "suporter sepakbola + skripsi" di mesin pencari, bejibun hasil penelitian bermunculan. Ada yang mengkaji aspek komunitasnya, ada yang meneliti sisi agresivitasnya, cara suporter mengonsumsi produk, prilaku sosial, sampai studi mengenai aspek kecerdasan emosional suporter di Indonesia.

Dari beberapa riset yang pernah saya baca, ada satu kelemahan mencolok yang umum didapatkan dari riset-riset mengenai suporter Indonesia: banyak dari riset itu tidak berhasil menggambarkan gemuruh suporter yang sedang berdiri di tribun, bersorak-sorai di sepanjang jalan menuju stadion, atau caci maki mereka saat sedang berkelahi dengan suporter rival.

Jika boleh menduga, kelemahan itu amat boleh jadi muncul dari "jarak yang terlalu jauh dari para suporter itu sendiri". Tentu mungkin saja para peneliti itu adalah bagian dari dunia suporter yang rutin berdiri di tribun. Namun, ketika meneliti topik-topik itu, sedikit yang bisa memberi gambaran yang intens, mendalam sekaligus emosional mengenai seluk beluk histeria dunia suporter sepakbola Indonesia.

Fobia dunia sains dan penelitian ilmiah terhadap subjektivitas dan/atau kedekatan dengan subjek yang diteliti tampaknya menjadi kendala penting yang merintangi hadirnya studi yang bisa memberi gambaran memuaskan mengenai "dunia-dalam" para suporter itu.

Maka kehadiran "tulisan-tulisan populer" yang tidak terlalu dikerangkeng oleh metode saintifik yang kelewat ketat memang dibutuhkan untuk memahami "dunia-dalam" para suporter ini. Buku berjudul Pemain Kedua Belas ini sebenarnya punya peluang untuk bisa melakukan itu. Sayangnya para penulis yang menyumbangkan tulisan ini terantuk pada posisi in-beetwen alias nanggung: kokoh secara metode jelas tidak, meyakinkan sebagai tulisan populer seperti yang saya maksud di atas pun rasanya masih jauh dari berhasil.

Pemain Kedua Belas adalah bunga rampai tulisan para pegiat Lembaga Pers Mahasiswa [LPM] Ekspresi, Universitas Negeri Yogyakarta. Sejak 8 tahun lalu, para jurnalis LPM Ekspresi ini secara rutin menerbitkan bunga rampai artikel yang ditulis oleh mereka sendiri. Dari mulai buku Muslim Tanpa Mitos: Dunia Kuntowijoyo [2005], Sang Guru: Melacak Hubungan Guru-Murid dalam Pelbagai Tradisi [2006], Jagat Upacara: Indonesia dalam Dialektika yang Sakral dan Profan [2007], sampai Karnaval Caci Maki: Menelusuri Cacian dari Hasrat sampai Nilai [2012].

Buku Pemain Kedua Belas melanjutkan tradisi panjang itu. Kecenderungannya pun sama: menulis tentang satu topik dari berbagai sudut pandang dan biasanya [yang terbanyak] dilakukan hanya dengan melakukan studi pustaka.

Dalam buku setebal 236 halaman ini, pelbagai aspek dari dunia suporter diulas dengan berbagai sudut pandang. Dari mulai aspek kekerasannya, pola konsumsi terhadap merchandise klub, rivalitas antar klub, sampai dengan ulasan mengenai mulai merebaknya fenomena suporter perempuan di stadion. Struktur buku dibagi ke dalam tiga bagian: Riwayat Suporter [terdiri atas 2 bab], Bingkai Realitas Suporter [9 bab], Menjadi Suporter [3 bab].

Sebagai sebuah kajian yang sifatnya seminal mengenai dunia suporter, ikhtiar para penulisnya yang umumnya masih aktif di bangku kuliah ini patut dihargai. Setidaknya buku ini cukup mampu memilih aspek-aspek apa saja yang paling menarik untuk ditelaah. Isu-isu pokok dalam dunia suporter cukup terwakili dalam pilihan topik di setiap bab. Pembaca yang tidak puas tinggal melanjutkan riset kecil-kecilan untuk topik-topik kesukaannya.

Sayangnya, kejelian menentukan topik-topik itu tidak diimbangi kemampuan memahami isu-isu mutakhir yang sedang menjadi diskursus di kalangan para suporter itu sendiri. Misalnya: tentang proses mimikri para suporter Indonesia. Memang ada bab berjudul So Called Hooligans, tapi pembicaraannya tidak mampu menakar proses kultural yang sedang berlangsung di tribun-tribun di seantero Indonesia: bagaimana para suporter di sini mencoba meniru tingkah polah yang dilakukan para "leluhurnya" di Eropa sana.

Sudah agak lama muncul upaya mengadopsi, mengadaptasi, dan mengkreasikan kultur suporter luar dalam bentuk atribut casual, pyro show, chant-chant, dan sejenisnya. Adaptasi itu dilakukan seringkali mentah-mentah, tapi kadang juga dilakukan secara kreatif. Umumnya mereka ini muncul sebagai varian dari firm-firm besar di masing-masing klubnya.

Menariknya, di banyak stadion, kelompok-kelompok ini mendapatkan resistensi dari firm-firm besar yang sudah lebih dulu ada di stadion. Tak jarang terjadi bentrokan di antara sesama pendukung klub dengan tendensi kultural yang berbeda ini. Di Bandung, misalnya, kelompok-kelompok baru ini sering diledek sebagai terlalu ke-barat-barat-an. Chant-chant mereka yang umumnya berbahasa Inggris, diplesetkan oleh firm yang lebih tua dengan lirik-lirik kocak yang tentu saja pretensius.

Sayang sekali isu ini tidak ditelaah oleh para penulis buku di sini, kemungkinan besar karena mereka memang tidak paham apa yang sedang berkembang di tribun-tribun stadion. Padahal, contoh isu yang saya ketengahkan barusan itu, amat menarik dan dinamis untuk diulas dalam kerangka "dialog budaya ala stadion".

Beruntung masih ada bab berjudul "Sang Tuan Tanah dan Bayi yang Mulai Berlari". Bab yang ditulis berdasar riset di lapangan ini cukup menarik menggambarkan bagaimana para suporter di Jember mencoba menyulam benang identitas mereka. Di situ tergambar upaya untuk memotret bagaimana proses kultural itu berlangsung dan dengan itulah penulisnya cukup berhasil menempatkan dunia suporter sebagai bagian tak terpisahkan dari transformasi budaya yang sedang berlangsung.

Jarak para penulisnya yang terlalu jauh dari dunia suporter itu sendiri memang menjadi kendala penting. Dan itu tergambar, misalnya, dalam pilihan editor buku ini untuk menampilkan endorsment di sampul buku belakang. Agak menggelikan rasanya buku tentang dunia suporter memasang komentar Ketua Ultras Pelita Bandung Raya. Hellooooo….?

Kendala lain yang mungkin dihadapi oleh para penulis buku ini adalah minimnya literatur tentang suporter yang ditulis oleh para suporter itu sendiri. Di Eropa, sudah sangat lazim dan melimpah para suporter menulis tentang dirinya sendiri, tentang firm-nya, tentang apa yang mereka alami sehari-hari sebagai suporter. Seringkali buku-buku macam itu agak menjemukan karena penuh dengan glorifikasi diri sendiri. Tapi buku-buku macam itu amat menarik untuk dibaca jika orang-orang luar, para outsider seperti para penulis buku Pemain Kedua Belas ini, ingin memahami dunia-dalam para suporter.

Judul Buku: Pemain Kedua Belas
Penerbit: EKSPRESI Buku
Penulis: Rizal Nugroho, dkk
Edisi: I, Februari 2013
Halaman: 236 halaman
Andreas Marbun*
===

* Akun twitter penulis: @andreasmarbun dari @panditfootball
(dtc/mrp) Sumber: detiksport


Sekian: Pemain Kedua Belas (2013) - Bunga Rampai Dunia Suporter Indonesia
Salam Hangat Beritasepakboladunia88.blogspot.com By Ardi

KOMENTARI VIA FACEBOOK: